dc.description.abstract |
Perubahan sistem politik di Indonesia membawa implikasi terhadap format konflik di tanah air. Konflik nelayan tradisional dengan nelayan modern atau nelayan lokal dengan nelayan Andon (pendatang) di Selat Madura yang melibatkan nelayan dari tiga kabupaten di Jawa Timur mengakibatkan 15 perahu, mesin dan alat tangkap dibakar dengan kerugian mencapai lebih dari 186 juta rupiah serta merenggut korban 8 nelayan tewas dan 9 nelayan luka-luka, sepanjang tahun 1993 hingga 2004. MAsa Orde Baru seakan tenang dari konflik nelayan, namun seiring perubahan rezim kekuasaan menuju transisi reformasi, konflik nelayan justru berubah menjadi konflik anarkhis. Fenomena ini menjadi penting untuk dicermati mengingat kontribusi terbesar produksi perikanan berada pada basis perikanan tangkap tradisional.
Buku ini ditulis untuk membahas konfigurasi dibalik eksistensi nelayan tradisional ketika harus berhadapan dengan kekuatan ekonomi. Keteguhan nelayan tradisional terhadap kelestarian sumberdaya perikanan laut bukan tanpa tantangan. Ancaman terhadap sumber-sumber ekonomi nelayan tradisional harus dibayar mahal dengan konflik. Konflik nelayan di Selat Madura menunjukkan kuatnya rivalitas kepentingan atas sumberdaya yang semakin langka ketersediaannya. Konflik nelayan mempresentasikan adanya kekuatan untuk mempertahankan nilai kearifan lokal yang diyakini mampu menjadi solusi atas kegamangan akan tuntutan ekonomi bagi nelayan tradisional. Berbagai kebijakan yang ada perlu dikaji ulang guna menghindari konflik pemanfaatan sumberdaya perikanan laut. |
|